Senin, 24 Juni 2019

Budaya, Pendidikan dan Teknologi

Pendidikan adaalah sebuah sarana yang dapat di gunakan dalam menanam kan sebuah nilai-nilai ataupun norma-norma kebenaran dan sebagai alat yang bisa di gunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Begitu banyak tokoh yang membuat konsep dan teori pendidikan yang dapat kita jadikan rujukan seperti “kh. Hadjar dewantara, paulo ferie,ibnu sina, al-Gazali, jhom dewey” dan juga karya-karya nya.
Dalam melihat dan mengambil sebuah rujukan sebuah teory seharusnya kita memberikan pertimbangan dengan melihat kondisi sosiology maupun antropology masyarakat sektiat agar dasar teory yang kita gunakan tidak melenceng jauh dari apa yang kita cita-citakan bersama. Membangun relasi pendidikan dengan kebudayaan itu sangat penting agar penerus bangsa kita tidak kehilangan sebuah identitas tersendiri bangsa kita, mau itu kita membuat relasi budaya baru dan tradisi masa lalu kita dalam sebuah konsep pendidikan yang baru.
Hadirnya sebuah stigma masyarakat yang mengatakan bahwa pendidikan itu mahal akan sangat menyusahkan penyelenggara pendidikan dalam hal ini pemerintah. Namun hal ini terjadi karena praktek di lapangan para penyelenggara pendidikan masih sering memungut biaya tambahan kepada peserta didik dengan alasan macam-macam mulai dari untuk sarana dan prasarana dan alat penunjang lain buat peserta didik.
Maka dari itu pemerintah hadir dalan mengatasi masalah ini tidak ada salah nya persoalan pengembngan proses pendidikan melakukan pemungutan biaya tambahan akan tetapi subtansi dari di lakukannya aktifitas tersebut ternyata membuat kompetensi guru semakin menurun, sebagai contoh pembelian buku di sekolah memang sangat bagus akan tetapi buku yang di beli bukan hasil buah fikir sendiri dari guru itu sehingga membuat semakin menurunnya kompetensi tenaga pendidik karena berharap kepada orang lain dalam merumuskan sebuah konsep dimana orang tersebut tidak tau bagaimana kondisi peserta didik di tempat tersebut. Alangkah idealnya apa bila penyelenggara dalam hal ini mengfasilitasi nya atau pun guru di sekolah tersebut dengan kondisi yang merumuskan adalah internal sekolah bukan orang luar yang tidak tau kondisi internal sekolah namun dalam prakteknya sangat kurang.
Melihat zaman sekarang ini ppenggunaan kertas dalam media pendidikan sangat tidak efisien mengingat zaman sekarang smart phone bukan lagi hal yang mewah. Kita dapat memanfaatkan hal ini dengan memanfaatkan teknologi sebagai media pendidkan selain dapat mempermudah juga bisa mengirit biaya karena tidak ada lagi praktek jual beli buku karena buku (ebook) dapat di unduh secar gratis di internet.
Selain efisiensi di wilayah dana juga dapat memacu para tenaga pendidik untuk belajar lagi persoalan perkembangan zaman dan juga para tenga pendidik yng hanya selalu mengandalkan buku buatan orang lain untuk menjadi bahan ajar akan tetapi membuat sendiri bahan ajar nya, kalu seorang pendidik tidak mampu merumuskan sebuah bahan ajaran maka secara kompetensi tenaga pendidik itu sudah tidak memenuhi hal yang penting dalam proses belajar dan mengajar, karena yang mengethui kondisi peserta didik adalah pihak sekolah dan tenaga pendidik itu sendiri.
Maka dari itu kita harus bersama-sama menjaga marwah pendidikan mau itu kalangan instansi pemerintahan terkait, pemuda dan para orang tua agar cita-cita mulia kita tercapai

Minggu, 14 April 2019

GERAKAN MAHASISWA MASA KINI YANG SEHARUSNYA !!!


Mahasiswa identik dengan identitasnya yang memiliki wacana kritis yang di dapat dalam sosial kampus dimana kampus merupakan laboratorium ilmu pengetahuan dan representasi suatu bangsa kedepan nya.  Begitu banyak yang telah di lakukan mahasiswa dalam mempertegas hal tersebut, akantetapi hadir nya sebuah indentitas pemisah antara seorang akademisi dam organisatoris yang dimana ke dua kubuh ini saling bertolak belakang. Hal ini wajar terjadi pada mahasiswa masa kini karena mahasiswa jaman sekarang sangat kaku dalam berfikir sehingga tidak paham apa yang jadi subtansi dari seorang akademisi dan organisatoris sehingga gerakan mahasiswa makin kemari makin tumpul dan minat berorganisasi mahasisswa makin lama makin berkurang. Ke dua elemen mahasiswa ini adalah sebuah satu kesatuan yang tidak boleh di pisahkan dalam rangka menjaga proses dialektika yang ingin di bangun di lingkungan kampus maupun organisasi dimana kaum akademisi membangun sebuah wacana dan kemudian di organisir oleh orang-orang organisatoris melalui sebuah lembaga atau organisasi agar dapat ter publis dan dapat di kembangkan.

Dengan kembali nya marwah gerakan yang semestinya dimana para akademisi terus dapat menguarkan sebuah wacana yang progresif yang di dukung oleh organisasi yang ada dengan tidak di bangunnya gerakan seperti ini maka ornang yang aktif dalam suatu struktur lembaga atau organisasi hanya akan menjadi politisi yang membebankan bangsa karena tidak biasa dengan hidup bersama dengan kaum-kaum akademisi seperti yang terjadi sekarang ini. Maka dari itu mahasiswa harus lebih peka dengan fenomena-fenomena yang hadir dan menjadi orang-orang yang antisipatif bukan menjadi orang-orang yang reaktif. Dengan terciptanya tatanan tersebut Gerakan-greakan mahasiswa yang hadir dapat menjadi gerakan yang revolusioner tidak staknan melihat situasi dan kondisi yang terjadi saaat ini, tidak ada lagi kata “susah” yang keluar dari mulut mahasiswa akan tetapi kata “bisa” dimana kata susah menandakan kita telah menyerah dengan keadaan yang ada.

Dengan tercipta nya struktur sosial mahasiswa seperti ini maka tidak ada lagi gerakan-gerakan yang berujung kebuntuan yang menyebabkan terbengkalainya sebuah masalah yang hadir atau yang biasa mahasiswa istilahkan “tabrak tembok”. Aksi di jalan hanya salah satu dari ribuan gerakan yang dapat di gunakan melihat kondisi manusia sekarang telah melalui perjalanan yang panjang dan menghasilkan tatanan yang baru, maka dari itu jangan selalu terjebak dengan bentuk-bentuk greakan di masa lalu karena semua gerakan memiliki konteks dan kajian tersendiri yang sesuai dengan masalahnya, lingkungan sekitar, dan struktur sosialyang ada di masanya. Gerakan ribuan orang di jalanan akan kalah dengan gerakan 1 orang yang betul-betul memanfaatkan perkembangan zaman, seperti contoh “akan lebih sampai aspirasi seseorang yang memiliki banyak followers di media sosial di bandingkan orang  yang melakukan aksi  di jalan dengan menutup jalan”. Ini adalah sebuah bukti bahwa arah gerakan untuk membangun semangat masyarakat tidak efisien lagi dengan gerakan parlementer jalanan. Ini hanya salah satu contoh dari ribuan bentuk gerakan yang dapat di lakukan jangan terjebak dengan kejayaan masa lalu karena gerakan mereka berhasil karena mereka mampu mengkonteks kan gerakan nya dengan zaman nya sendiri.

Pesan saya sebagai penulis bahwa :
 “jangan lah terpaku akan sebuah identitas, ideology, dan kejayaan-kejayaan masalalu sedangkan kehidupan ini adalah bukan di masa lalu tapi masa kini dan masa depan. Yang Kita harus lakukan adalah memaham subtasi akan segala bentuk gerakan dan identidas yang di bangun di masa lalu agar sifat fanatik kita akan kepada sesuatu akan lebih progresif dan membangun masadepan masyarakat, bangsa dan Negara”

 "ACHMAD AFAF"